Hadis riwayat Abu Bakrah ra., ia berkata: Seorang lelaki memuji orang lain di hadapan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam maka beliau bersabda: “Celaka kamu! Kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu!” Beliau mengucapkannya berulang-ulang. ”Apabila seorang di antara kamu terpaksa harus memuji temannya, hendaklah ia berkata: Aku mengetahui kebaikan si Fulan namun Allah lebih mengetahui keadaannya, dan aku tidak memberikan kesaksian kepada siapa pun yang aku ketahui di hadapan Allah karena Allah lebih mengetahui keadaannya yang sebenarnya”. (HR Muslim 5319)
Sedemikian kerasnya teguran Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sehingga tindakan memuji sesama manusia itu disetarakan dengan memenggal leher teman artinya membunuhnya…! Dan hal ini dikatakan berulang-kali oleh Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Mengapa teguran Nabi shollallahu ’alaih wa sallam begitu kerasnya? Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sangat khawatir bila ummat beliau terjatuh kepada penyimpangan ummat terdahulu
Ibnu Abbas mendengar Umar berkata dari atas mimbar: ”Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka ucapkanlah: hamba Allah dan RasulNya.” (HR Bukhary 3189)
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sadar dan faham betul bahwa kemusyrikan seringkali bermula dari bentuk mensucikan orang-orang mulia seperti para Nabi, sehingga kita ketahui sampai hari ini Rosulullah SAW tidak bersedia wajahnya dilukis, dan digambar padahal kita ingin sekali melihat wajahnya yang mulia
Islam sangat tidak membenarkan hadirnya berbagai bentuk penghormatan berlebihan kepada sesama manusia walau terhadap seorang Nabiyullah sekalipun. Dan jika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam melarang ummatnya untuk mengkultuskan diri beliau, bagaimana lagi gerangan kerasnya teguran beliau jika menyaksikan perlakuan sebagian ummat Islam di zaman kita, dan bagaimana bisa seseorang melihat kesalahan salah satu ulama yang selama ini diikuti kemudian ia kecewa dengan ulama tersebut sehingga jadi jarang mengikuti pengajian, jadi selama ini ia mensucikan manusia, bukan AllahNya yang disucikan. Seorang yang mensucikan dan membesarkan Allah SWT jelas hanya Allah SWT yang jadi tujuannya, dan manusia biasa sarat dengan kelemahan serta khilaf kewajiban kita mengkoreksi pun atas dasar saling menyelamatkan sesama saudaranya dengan mengharap redho Allah SWT
Seorang Muslim yang faham makna kalimat Subhaanallah tidak akan terjebak ke dalam anggapan adanya fihak lain selain Allah yang pantas disucikan. Ia tahu hanya Allah sajalah di dalam hidup ini yang tidak mengandung cacat dan kekurangan. Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna. Oleh karena itu sepanjang perjalanan sejarah dunia Allah mengutus para Nabi dan Rasul dengan tujuan untuk menjernihkan aqidah ummat manusia. Sebab manusia memiliki kecenderungan untuk merasa butuh mensucikan sesuatu di dalam hidupnya. Namun sayang, kebanyakan kita belum memaknai akan Ma’rifatullah (Pengenalan akan Allah) sehingga mereka akhirnya menjadikan banyak fihak selain Allah sebagai fihak yang disucikan sedemikian rupa sebagaimana semestinya mereka mensucikan Allah Subhaanahu wa Ta’aala (Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi)
Seorang Muslim atau ahli Tauhid hanya mengesakan, memuji, mengagungkan, membesarkan dan mensucikan Allah semata. Sebab demikianlah tuntutan ajaran Tauhid. Di antara ekspresi seorang ahli Tauhid ialah seringnya terlontar dari bibirnya kalimat-kalimat seperti Subhaanallah (Maha Suci Allah), Alhamdulillah (segala Puji hanya bagi Allah), Laa ilaaha illa Allah (Tiada ilah selain Allah) dan Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Semua kalimat itu diucapkannya dengan penuh pemahaman, penghayatan dan keyakinan
اللهم إني أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم ، وأستغفرك مما لا أعلم
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan Engkau sedang aku mengetahuinya dan aku mohon ampun kepadaMu dari apa-apa yang tidak kuketahui, aminin semoga Allah meredhoi kita semua
0 comments:
Post a Comment