Friday, January 6, 2012

Anak Shaleh Cahaya Akhirat

Publish: "Friday, January 6, 2012",

Dalam momen “Friday Nasiha”, brother Abdul Wahid Hamid mengingatkan kaum ibu sholihat agar tidak terwarnai budaya ‘trend-trend-an’ ketika mendidik anak. Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam telah menjadi teladan sepanjang zaman, termasuk cara bersikap yang dicontohkan beliau dalam mendidik anak-anak. Cara islam merupakan cara alami, dan tetap yang terbaik.

Dalam tarbiyyah anak-anak, “Duhai ibu dan bapak, kita harus ingat bahwa anak-anak sering belajar dari contoh. Perilaku yang tepat dan contoh dari orang tua sangat penting dalam membesarkan anak-anak”. Orang tua yang mengharapkan anak-anak mereka untuk berdisiplin dan bekerja keras, yang harus terlebih dahulu disiplin & bekerja keras adalah sang orang tua. Orang tua yang mengharapkan anak-anak mereka untuk jujur, maka kita sebagai orang tua berupaya menerapkan kejujuran diri dan memperhatikan pengaruh pertemanan yang terbiasa jujur.

Dulu saya pernah mencetuskan omongan, “Saya ingin anakku ini cerdas dan nantinya khatam al-qur’an…” Lantas adik juniorku masa kuliah pun mengingatkan, “Naaah, Ummi… Kalau mau anaknya khatam qur’an, ayah ibunya juga khatam qur’an duluan donk…hehehehe”, Subhanalloh, benar juga, alangkah egoisnya diri ini kalau mau ‘nitipin anak’ ke pesantren demi khatam qur’an, tapi ayah ibunya masih punya hafalan qur’an yang itu-itu saja. Astaghfirulloh…
Juga perlu diingat bahwa pengobatan yang diberikan kepada anak-anak di tahun-tahun awal kehidupan mereka dapat memiliki efek luas pada keadaan mental dan emosional di kemudian hari.

Tradisi suntikan meningkatkan daya tahan tubuh tidak dicontohkan oleh nabi kita, beliau rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam melakukan cara alami dengan tahnik kurma, orang tua pun selanjutnya menjadi ‘tim solid’ ketika masa awal kehidupan anak untuk ‘lulus ASI’, tak mudah menata hari dengan beragam amanah lainnya, hingga sistem pencernaan ananda menjadi lebih kuat dan stabil. Namun pasti kebahagiaan mengaliri jiwa, menjadi orang tua yang dapat mendekap anak-anak dalam keseharian, memetik senyum kala lelah menerpa.

Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam pernah berwasiat agar etika orang tua teladan yang perlu diperhatikan adalah “jadilah dermawan, baik dan mulia di mata anak-anak, serta berprilaku yang indah”, sebab kebiasaan baik tersebut pasti dicontoh sang anak.

Berbahagialah menjadi orang tua, dan bahagiakan anak-anak. Mereka ceria dan bahagia, kemudian tumbuh kembang mereka dihiasi dengan suka cita, tentu hal ini lebih baik dibandingkan dengan pukulan dan terror ketakutan semisal hukuman fisik yang berlebihan.

Seorang Ibu di negeri tetangga pernah menampar anaknya di depan guru sekolah, Ibu itu mencak-mencak, ‘menghakimi kebodohan’ sang anak karena memperoleh nilai merah di raport akademisnya. Kata-katanya kotor, emosi tak terkontrol.
Sungguh sedih melihat si anak menangis, padahal selain mempermalukan sang anak, si Ibu tak menyadari, “Kemanakah engkau saat waktu belajar bagi sang anak, pernahkah engkau mendampinginya mengerjakan Pe-Er dan tugas sekolah lainnya, Bunda?” Ibu tersebut berpikir bahwa dia sudah ‘membayar guru, les yang bermacam-macam, dll’ untuk pendidikan anak, maka dia maunya “hasil raport tidak merah”, dan hasil raport itulah yang akan membuatnya bangga pada si anak.

Padahal ‘raport akhirat nanti’ jauh lebih penting. Kita harus jujur mengucapkan kata maaf jika pernah berbuat salah pada ananda, sebagaimana kita menginginkan sikap benar dan jujur menghiasi hidup mereka. Kita tunjukkan prilaku lemah lembut, sopan, saling tolong antar sesama dan pengembangan sikap kebiasaan tersebut pada anak-anak merupakan prestasi besar nan amat mahal.

Kebersihan dan rapi pun telah diajarkan dalam tata cara mendirikan sholat bagi kita, anak-anak yang khidmat shalatnya ternyata bisa berpengaruh dalam khidmat memperhatikan pelajaran dalam kelasnya. Subhanalloh, kaum non-muslim pun di Krakow ini ‘punya tradisi’ berdo’a terlebih dahulu sebelum tahun pelajaran sekolah dimulai, juga sebelum pelajaran harian dimulai, (mereka menyadari bahwa khidmatnya berdo’a akan tetap terbawa fokus perhatian terhadap pelajaran di kelas) dan selalu sulungku tidak mengikuti kelas berdo’a tersebut, Alhamdulillah ia telah memahami ‘perbedaan dirinya’ sebagai satu-satunya muslim di sekolah.

Dan ternyata sulungku itu sering sholat di ruang bermain sekolah, dan beberapa teman bertanya tentang ‘aktivitas apakah’ yang barusan dilakukannya, koq seperti berolah raga (sampai ada teman yang mengikuti gerakan sholat di belakangnya), ia jelaskan berdasarkan pengetahuannya sendiri bahwa ‘ini sholat, karena aku muslim’. Yah, kita do’akan saja semoga anak-anak tersebut memperoleh cahaya Islam suatu hari nanti, aamiin.

Anak-anak muslim mengembangkan adab dan etika islam dengan meniru orang tua dan gurunya: kapan dan bagaimana untuk saling menyapa, mendengarkan ragam suara alam, observasi, membaca, menuliskan isi hati, membersihkan diri usai urusan toilet, kapan saatnya diam dan memperhatikan lawan berbicara, serta kapan saatnya bersemangat bermain, dll, sadar atau tidak, melihat tindak tanduk anak-anak sering kita cetuskan melalui kalimat, “ih, mirip ayahnya…” atau “nah, kalau lagi begitu, mirip ibunya…” Tak masalah ‘seperti ayah atau ibu’, yang bermasalah adalah jika Ayah atau Ibu berprilaku tidak ‘seperti’ yang dicontohkan dalam Al-Qur’an.

Disarankan bahwa anak-anak akan diajarkan sedari usia dini untuk membaca Al Qur'an, malu-lah kita jika sebagai orang tua malah tak bisa membaca Al-Qur’an. Pada usia dini, mereka memiliki kapasitas untuk menghafal dan secara umum banyak anak dan pemuda menghafal seluruh bagian atau sebagian besar dari Qur’an, kemudian makin hari meningkatkan pemahaman akan makna-maknanya.

Sejak usia tujuh tahun, beliau Nabi sallallahu ‘alayhi wasallam merekomendasikan bahwa anak-anak harus membiasakan melakukan shalat dan pada usia sepuluh mereka harus diwajibkan untuk melakukannya secara teratur. Sepenuh-penuhnya jadwal meningkatkan keterampilan duniawi, anak harus paham bahwa sholat merupakan tiang agama, pelaksanaannya harus di awal waktu.

Anak-anak yang kreatif, inovatif dan percaya diri adalah anak-anak yang melihat kepercayaan diri yang tinggi dari orang tua mereka. Lagi-lagi, kita ngomong sampai berbusa pun, belum tentu tausiyah kita dicerna sang anak. Mereka ‘langsung mencerna’ sikap, akhlaq keseharian kita. Dan suatu hari nanti mereka mengerti bahwa anak-anak dan orang tua adalah sama-sama belajar.
Di tengah hiruk pikuknya ragam metode pendidikan anak, tarbiyyah yang tepat adalah bahwa anak-anak harus selalu mencintai Islam, cinta kepada Allah ta’ala dan Nabi-Nya (sallallahu ‘alayhi wasallam) dan bahwa mereka dapat mengembangkan rasa bangga menjadi Muslim dan kemauan untuk berjuang, sebab hidup merupakan jalan perjuangan.
Kita sebagai orang tua memiliki banyak khilaf dan sangat lemah, maka kita ajak mereka kepada ajaran rambu-rambu-Nya nan sempurna. Mereka kelak menyadari bahwa hidup dengan nilai-nilai islam adalah kebutuhan, dan kita harap ‘tak ada kebutuhan lain’ yang menjadi pelepas dahaga mereka, selain kebutuhan pada bimbingan Allah ta’ala, itu kebutuhan alami seluruh manusia. 

Anak-anak muttaqin menyadari bahwa sholat merupakan bukti keimanan yang sangat signifikan. Dan mereka sangat menyadari betapa besar akibatnya bila seseorang dengan sengaja meninggalkan sholat wajib lima waktu tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan orang yang meninggalkan sholat sebagai terlibat dalam kekufuran bahkan kemusyrikan!
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Aku mendengar Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Sesungguhnya antara seorang lelaki dan kemusyrikan serta kekufuran ialah meninggalkan sholat.” (HR Muslim 116)

Malah dalam hadits lainnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berlepas diri dari orang yang dengan sengaja melalaikan kewajiban sholat. Sehingga beliau mengatakan bahwa tindakan tersebut akan menghilangkan jaminan Allah ta’aala dan RasulNya atas orang itu pada hari berbangkit kelak.

عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَتْرُكْ الصَّلَاةَ مُتَعَمِّدًا فَإِنَّهُ مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

Dari Ummu Aiman radhiyallahu ’anha bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Jangan kamu tinggalkan sholat dengan sengaja. Karena sesungguhnya barangsiapa meninggalkan sholat dengan sengaja maka sungguh lepaslah darinya perlindungan Allah ta’aala dan RasulNYa.”(HR Ahmad 26098)
Dan perlu diketahui bahwa urusan paling awal yang akan Allah ta’aala periksa atas hamba-hambaNya pada hari pengadilan ialah sholatnya. Barangsiapa yang sholatnya dikerjakan dengan baik maka beruntunglah dia, dan sebaliknya barangsiapa yang sholatnya dinilai kurang, maka kekurangannya hanya bisa ditutup bila hamba tersebut punya simpanan sholat sunnah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ فَإِنْ وُجِدَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتُقِصَ مِنْهَا شَيْءٌ قَالَ انْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ يُكَمِّلُ لَهُ مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَةٍ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ سَائِرُ الْأَعْمَالِ تَجْرِي عَلَى حَسَبِ ذَلِكَ

“Sesungguhnya hal pertama yang diperhitungkan dari seorang hamba Allah ta’aala pada hari kiamat ialah sholatnya. Jika didapati ia sempurna maka ia dicatat sebagai sempurna. Jika didapati terdapat kekurangan, maka dikatakan ”Coba lihat adakah ia memiliki sholat sunnah yang dapat melengkapi sholat wajibnya?” Kemudian segenap amal perbuatannya yang lain diproses sebagaimana sholatnya. (HR AnNasai)
Saudaraku, tegakkanlah sholat wajib lima waktu dengan disiplin. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa sholat wajib akan menghapuskan segenap kesalahan seorang muslim laksana daun yang berguguran dari sebatang pohon.

فَقَالَ:"إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا تَوَضَّأَ، فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ صَلَّى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ تَحَاتَّتْ خَطَايَاهُ، كَمَا تَحَاتَّ هَذَا الْوَرَقُ"، ثُمَّ تَلا هَذِهِ الآيَةَ: {أَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ} [هود: 114] .

“Seorang muslim bila berwudhu dan ia baguskan wudhunya kemudian ia sholat lima waktu, maka berguguranlah kesalahannya seperti bergugurannya daun ini.” Kemudian beliau membaca ayat sbb: “Tegakkanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (HR Thabrani 6028)
Saudaraku, usahakanlah sedapat mungkin untuk selalu menegakkan sholat wajib lima waktu berjamaah di masjid, khususnya bagi kaum pria muslim. Sebab ahli fiqih dari kalangan para sahabat, yaitu Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu mengatakan bahwa orang yang sholatnya dikerjakan di rumah –bukan di masjid- berpotensi untuk menjadi sesat dari jalan Allah ta’aala.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ

Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah ta’aala esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA. Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat.” (HR Muslim 1046).
Bahkan dalam hadits yang sama, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu mengatakan bahwa pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam masih hidup tidak ada orang yang sengaja tidak sholat berjamaah di masjid kecuali orang munafiq yang tidak diragukan kemunafiqannya. Na’udzubillahi min dzaalika..!
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ

Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya.” (HR Muslim 1046). 

Sumber: http://www.facebook.com/pages/Yusuf-Mansur-Network

Penulis : Arwiesmart ~ Sebuah Blog Informasi dan Berbagai Artikel

Artikel Anak Shaleh Cahaya Akhirat ini dipublish oleh Arwiesmart pada hari Friday, January 6, 2012. Semoga Informasi dan Artikel ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini.

.:: P a s a n g I k l a n ::.

0 comments:

Post a Comment

Untuk para sahabat yang ingin penghasilan halal dan modal Punya Handphone & bisa ber-sms (program ini tidak memotong pulsa dan tidak mengharuskan transfer uang). Silakan bergabung bersama saya. Klik

Bisnis online termudah, Bahkan jika Anda seorang yang awam sekalipun, Anda pasti bisa menjalankan bisnis ini. "Bukan member get member". http://www.idsurvei.com/survei/arwiesmart/ .

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...