Setiap melihat uang logam koin, Arina pun spontan menyebutnya infaq. Bahkan meskipun uang tersebut bukan untuk infaq. Ayah-bundanya pun segera menyadari bahwa infaq dalam persepsi puteri kecilnya adalah koin uang logam.
“Waaahh… kalau Arina tahunya infaq berupa uang logam recehan, gawat itu!” Ujar sang ayah. Maka Ayah-Bunda Arina pun sepakat untuk mengajarkan menginfaq-kan uang lembaran kertas ke kotak infaq agar sang anakpun tahu bahwa infaq tak cuma recehan.
Sang ibu dengan tersenyum mengambilkan kotak infaq di atas meja ruang keluarga tersebut dan meletakkannya di hadapan puteri kecilnya. Tangan-tangan kecil itupun dengan lincah memasukkan koin demi koin ke dalam kotak. Ketika uang logam di tangannya habis, dia pun bersorak gembira, “Horeee…ipak!” Ibu muda itu pun menatap anaknya penuh syukur.
Menyenangkan memang melihat anak kita sejak dini telah terbiasa bersedekah. Namun, ternyata mengajarkan anak untuk bersedekah tak sesederhana yang dibayangkan. Seperti perjalanan gadis kecil bernama Arina tersebut mengenal infaq. Sebelum usianya genap dua tahun, ayah bundanya telah membiasakan sang anak menaruh uang logam sisa belanja di kotak infaq.
Awalnya berniat untuk membiasakan sang anak berinfaq. Setiap ada uang logam, terutama sang ayah, segera menyemangati puteri kecilnya untuk memasukkan uang logam ke dalam celah kotak infaq, meski jari-jari kecilnya saat itu belum dapat memposisikan uang logam dengan baik. Seiring dengan waktu, sang anak pun terbiasa memasukkan uang logam yang dilihatnya langsung ke kotak infaq. Jari-jari kecilnya pun sudah terampil memasukkan uang logam tanpa bantuan.
Arina pun dengan senang hati belajar memasukkan uang lembaran seribuan dan lima ribuan ke dalam kotak infaq. Ayah-bundanya pun mulai lega melihat kemajuan tersebut. Namun, suatu hari mereka dikejutkan oleh tingkah anaknya. Mereka melihat Arina memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam kotak infaq yang berada di atas lantai.
Pasalnya, sepertinya warna biru uang kertas yang dimasukkan oleh jari-jari puterinya bukanlah warna biru uang seribuan dan ooohhh… ada uang kertas berwarna merah yang kini juga tengah berusaha dimasukkan Arina.
Ternyata Arina telah berhasil memasukkan uang lembaran limapuluh ribuan dan kini tengah berusaha memasukkan lembaran seratus ribuan! Sementara itu dompet sang ayah tergeletak dalam keadaan terbuka di lantai kamar. Arian pun menoleh mendengar kepanikan orangtuanya, sambil tersenyum ia berkata, “Ipak niii…”
Sang ayah dan bunda pun saling menatap tak tahu berkata apa. “Yaaa... infaq memang tak boleh hanya recehan Nak, tapi kalau sebesar itu, Ayah-Bunda juga belum mampu,” begitulah kira-kira yang tercetus dalam hati kedua orangtuanya.
Tanamkan sejak Dini
Nah, mengajarkan bersedekah atau berinfaq pada anak memang tak semudah yang dikira karena memang disinilah seninya mendidik manusia yang selalu berkembang kemampuannya dan dianugerahi inisiatif.
Namun demikian, sikap gemar bersedekah ini memang harus ditanamkan sedini mungkin dalam jiwa anak karena tindakan ini sangat dicintai oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam wasiat Rasulullah saw:
“Tidaklah seorang hamba bersedekah dari harta yang baik yang dia miliki karena Allah SWT tidak menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Ia akan menyambutnya langsung dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekahnya itu berupa sebutir kurma, maka ia akan tumbuh subur di telapak tangan-nya sampai menjadi lebih besar dari gunung. Perumpamaannya adalah seperti jika sang hamba tersebutmemelihara anak sapi atau unta (yang tentu setiap waktu akan bertambah besar).” (HR.Tirmidzi)
Di samping itu, sedekah juga merupakan sarana untuk menyucikan diri, di antaranya terkandung dalam sabda Rasulullah, “Berusaha keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan) sebutir kurma.” (HR.Bukhari)
Lalu bagaimana caranya supaya anak dapat menyukai amalan bersedekah dan terdorong selalu bersedekah? Berikut adalah beberapa dari banyak hal yang dapat dilakukan:
Yang pertama, ajarkan sejak dini dengan cara yang disukai anak. Seperti menyediakan kotak infaq di rumah (apalagi bila disediakan dalam bentuk yang lucu) dan biarkan ia merasa tertantang memasukkan koin-koin uang logam dengan jari-jari kecilnya. Lalu perdengarkanlah bagaimana bunyi uang logam ketika menyentuh dasar kotak dan iramakanlah dengan mimik yang lucu, seperti “cluk-cluk-cluk!” Anak pun pasti akan merasa senang.
Kedua, tanamkanlah pada anak bahwa bersedekah adalah hal yang menyenangkan dan diperlukan. Seperti mengatakan kepada anak, “Waah, Bunda sedang nggak punya uang nih, Nak. Kasih uang sama pengemis dulu, yuk. Insya Allah si Ibu tua itu senang, sehingga kita pun ikut senang meski sedang tak punya uang.” Dengan demikian, anakpun akan belajar bahwa bersedekah akan mendatangkan kebahagiaan pada orang lain dan diri sendiri. Menanamkan bahwa ibadah adalah hal yang menyenangkan juga dapat dilakukan pada amalan yang lain seperti shalat, membaca al-Quran, berjilbab dan lain-lain.
Ketiga, sentuhlah hati anak yang lembut untuk turut merasakan penderitaan orang lain. Seperti ketika ia tengah memakan kue sarapannya, ajaklah ia untuk bersyukur akan kelezatan rasa kue yang tengah disantapnya tersebut. Lalu, ajaklah ia untuk mengetahui bahwa ada anak lain yang tak dapat menyantap kue untuk sarapan dengan mengingatkannya pada anak-anak di pinggir jalan yang suka dilihatnya ketika bepergian. Kemudian, doronglah ia berinfaq mengumpulkan uang untuk anak jalanan dan kaum dhuafa lainnya.
Keempat, berikanlah informasi yang lengkap tentang apa saja yang dapat diinfaq-kan atau disedekahkan pada anak. Sehingga kepanikan yang dialami orangtua Arina tak terjadi pada Anda!
“Waaahh… kalau Arina tahunya infaq berupa uang logam recehan, gawat itu!” Ujar sang ayah. Maka Ayah-Bunda Arina pun sepakat untuk mengajarkan menginfaq-kan uang lembaran kertas ke kotak infaq agar sang anakpun tahu bahwa infaq tak cuma recehan.
Sang ibu dengan tersenyum mengambilkan kotak infaq di atas meja ruang keluarga tersebut dan meletakkannya di hadapan puteri kecilnya. Tangan-tangan kecil itupun dengan lincah memasukkan koin demi koin ke dalam kotak. Ketika uang logam di tangannya habis, dia pun bersorak gembira, “Horeee…ipak!” Ibu muda itu pun menatap anaknya penuh syukur.
Menyenangkan memang melihat anak kita sejak dini telah terbiasa bersedekah. Namun, ternyata mengajarkan anak untuk bersedekah tak sesederhana yang dibayangkan. Seperti perjalanan gadis kecil bernama Arina tersebut mengenal infaq. Sebelum usianya genap dua tahun, ayah bundanya telah membiasakan sang anak menaruh uang logam sisa belanja di kotak infaq.
Awalnya berniat untuk membiasakan sang anak berinfaq. Setiap ada uang logam, terutama sang ayah, segera menyemangati puteri kecilnya untuk memasukkan uang logam ke dalam celah kotak infaq, meski jari-jari kecilnya saat itu belum dapat memposisikan uang logam dengan baik. Seiring dengan waktu, sang anak pun terbiasa memasukkan uang logam yang dilihatnya langsung ke kotak infaq. Jari-jari kecilnya pun sudah terampil memasukkan uang logam tanpa bantuan.
Arina pun dengan senang hati belajar memasukkan uang lembaran seribuan dan lima ribuan ke dalam kotak infaq. Ayah-bundanya pun mulai lega melihat kemajuan tersebut. Namun, suatu hari mereka dikejutkan oleh tingkah anaknya. Mereka melihat Arina memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam kotak infaq yang berada di atas lantai.
Pasalnya, sepertinya warna biru uang kertas yang dimasukkan oleh jari-jari puterinya bukanlah warna biru uang seribuan dan ooohhh… ada uang kertas berwarna merah yang kini juga tengah berusaha dimasukkan Arina.
Ternyata Arina telah berhasil memasukkan uang lembaran limapuluh ribuan dan kini tengah berusaha memasukkan lembaran seratus ribuan! Sementara itu dompet sang ayah tergeletak dalam keadaan terbuka di lantai kamar. Arian pun menoleh mendengar kepanikan orangtuanya, sambil tersenyum ia berkata, “Ipak niii…”
Sang ayah dan bunda pun saling menatap tak tahu berkata apa. “Yaaa... infaq memang tak boleh hanya recehan Nak, tapi kalau sebesar itu, Ayah-Bunda juga belum mampu,” begitulah kira-kira yang tercetus dalam hati kedua orangtuanya.
Tanamkan sejak Dini
Nah, mengajarkan bersedekah atau berinfaq pada anak memang tak semudah yang dikira karena memang disinilah seninya mendidik manusia yang selalu berkembang kemampuannya dan dianugerahi inisiatif.
Namun demikian, sikap gemar bersedekah ini memang harus ditanamkan sedini mungkin dalam jiwa anak karena tindakan ini sangat dicintai oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam wasiat Rasulullah saw:
“Tidaklah seorang hamba bersedekah dari harta yang baik yang dia miliki karena Allah SWT tidak menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Ia akan menyambutnya langsung dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekahnya itu berupa sebutir kurma, maka ia akan tumbuh subur di telapak tangan-nya sampai menjadi lebih besar dari gunung. Perumpamaannya adalah seperti jika sang hamba tersebutmemelihara anak sapi atau unta (yang tentu setiap waktu akan bertambah besar).” (HR.Tirmidzi)
Di samping itu, sedekah juga merupakan sarana untuk menyucikan diri, di antaranya terkandung dalam sabda Rasulullah, “Berusaha keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan) sebutir kurma.” (HR.Bukhari)
Lalu bagaimana caranya supaya anak dapat menyukai amalan bersedekah dan terdorong selalu bersedekah? Berikut adalah beberapa dari banyak hal yang dapat dilakukan:
Yang pertama, ajarkan sejak dini dengan cara yang disukai anak. Seperti menyediakan kotak infaq di rumah (apalagi bila disediakan dalam bentuk yang lucu) dan biarkan ia merasa tertantang memasukkan koin-koin uang logam dengan jari-jari kecilnya. Lalu perdengarkanlah bagaimana bunyi uang logam ketika menyentuh dasar kotak dan iramakanlah dengan mimik yang lucu, seperti “cluk-cluk-cluk!” Anak pun pasti akan merasa senang.
Kedua, tanamkanlah pada anak bahwa bersedekah adalah hal yang menyenangkan dan diperlukan. Seperti mengatakan kepada anak, “Waah, Bunda sedang nggak punya uang nih, Nak. Kasih uang sama pengemis dulu, yuk. Insya Allah si Ibu tua itu senang, sehingga kita pun ikut senang meski sedang tak punya uang.” Dengan demikian, anakpun akan belajar bahwa bersedekah akan mendatangkan kebahagiaan pada orang lain dan diri sendiri. Menanamkan bahwa ibadah adalah hal yang menyenangkan juga dapat dilakukan pada amalan yang lain seperti shalat, membaca al-Quran, berjilbab dan lain-lain.
Ketiga, sentuhlah hati anak yang lembut untuk turut merasakan penderitaan orang lain. Seperti ketika ia tengah memakan kue sarapannya, ajaklah ia untuk bersyukur akan kelezatan rasa kue yang tengah disantapnya tersebut. Lalu, ajaklah ia untuk mengetahui bahwa ada anak lain yang tak dapat menyantap kue untuk sarapan dengan mengingatkannya pada anak-anak di pinggir jalan yang suka dilihatnya ketika bepergian. Kemudian, doronglah ia berinfaq mengumpulkan uang untuk anak jalanan dan kaum dhuafa lainnya.
Keempat, berikanlah informasi yang lengkap tentang apa saja yang dapat diinfaq-kan atau disedekahkan pada anak. Sehingga kepanikan yang dialami orangtua Arina tak terjadi pada Anda!
Sumber :http://www.facebook.com/pages/Yusuf-Mansur-Network/109056501839/note.php?note_id=10150431747285210
0 comments:
Post a Comment